LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
ANORGANIK

DISUSUN
OLEH :
NAMA : ELIZA NOVIANI
NPM : E1G015010
PRODI : TEKNOLOGI INDUSTRI
PERTANIAN
KELOMPOK/SIFT : 1 (SATU)
HARI/JAM : KAMIS/ 08.00 WIB
TANGGAL : 12 NOVEMBER 2015
KO-ASS : RENDI ANDRIAN
DOSEN : Drs. SYAFNIL, M.Si
OBYEK PRAKTIKUM : TITRASI ASAM DAN BASA
LABORATORIUM
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Titrasi merupakan salah satu cara
untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan
tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi
asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.
Titrasi asam basa adalah suatu prosedur untuk
menentukan kadar (pH) suatu larutan asam/basa berdasarkan reaksi asam basa.
Kadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang sudah
diketahui kadarnya, dan sebaliknya kadar larutan basa dapat ditentukan dengan
menggunakan larutan asam yang sudah diketahui kadarnya. Titrasi yang
menyandarkan pada jumlah volum larutan disebut titrasi volumetri. Pengukuran
volum diusahakan setepat mungkin dengan menggunakan alat-alat, seperti buret
dan pipet volumetri.
Berikut ini syarat-syarat yang
diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1.
Konsentrasi
titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang
tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik
stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan.
Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4.
Volume
titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.
1.2
Tujuan
1. Mahasiswa
mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.
2. Mahasiswa
mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang
cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada
titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada
titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat
dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH
berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton
ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat
reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan
indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan metil orange (MO). Hal
tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator
yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari
ekuivalen. (Harjadi, W. 1990)
Pengukuran atau
perhitungan dalam titrasi volumetrik berdasarkan pada pengukuran volume,
sehingga dalam analisa titrasi volume konsentrasi kebanyakan dinyatakan dalam
molaritas atau normalitas. Normalitas (kemolalan) adalah zat yang terlarut
dalam setiap mili larutan (Anshori, 1997).
Titrasi sering disebut dengan
titrasi volumetrik, karena diketahui volume titrannya.Volumetrik terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain asidimetri dan
alkalimetri. Cara titrasi ini berdasarkan pada reaksi asam dan basa (Asikin,
1982).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
·
NaOH 0,1 M
·
HCL 0,1 M
·
H2C2O4
·
Indikator
penolphetalein
·
Elenmeyer
·
Buret 50 mL
·
Statif dan klem
·
Gelas ukur 25 mL atau
mL
·
Corong kaca
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Mencuci bersih buret yang akan
digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan
5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk
mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan
dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai
skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal
NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
-
Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml,
larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke
dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke
dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penophtalein (PP).
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
-
Mencatat volume NaOH terpakai
-
Mengulangi dengan cara yang sama
untuk Erlenmeyer ke II dan III.
- Menghitung molaritas (M) NaOH.
3.2.1 Penentuan
konsentrasi HCl
- Mencuci 3
Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer
- Menambahkan
kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP)
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.
-
Mencatat volume NaOH terpakai
- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.
-
Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
No
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
10 mL
|
2
|
Volume NaOH terpakai
|
20,5 mL
|
21 mL
|
21 mL
|
20,8 mL
|
3
|
Molaritas (M) NaOH
|
0,48 M
|
0,47 M
|
0,47 M
|
0,48 M
|
Standarisasi HCl dengan larutan HCl
No
|
Prosedur
|
Ulangan
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
1
|
Volume larutan HCl
|
1 mL
|
1 mL
|
1 mL
|
1 mL
|
2
|
Volume NaOH terpakai
|
0,7 mL
|
0,6 mL
|
0,5 mL
|
0,6 mL
|
3
|
Molaritas (M) NaOH
|
Berdasarkan hasil percobaan diatas
|
0,0048 M
|
||
4
|
Molaritas (M) larutan HCl
|
20,83 M
|
4.2 Pembahasan
Pada percobaan standarisasi
NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam tiga kali ulangan dengan
proses :
Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan
gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas
ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat
diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam
buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan
asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan
asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran
pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya
menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai.
Standarisasi
NaOH dengan larutan asam oksalat
Ulangan I V1.M1
= V2.M2
10 . 0,1 =
20,5 . M2
1 = 20,5 . M2
M2 =
= 0,048 M

Ulangan II V1
. M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 21 . M2
1
= 21 . M2
M2
=
= 0,047 M

Ulangan III
V1 . M1 = V2 .
M2
10 . 0,1 = 18,6 . M2
1
= 18,6 . M2
M2
=
= 0,047 M

Rata-rata
: V1 .
M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 20,8 . M2
1
= 20,8 . M2
M2
=
= 0,48 M

Percobaan
yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan
tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam
oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer.
Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes
menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang
berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer
digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah
menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu,
maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes
kembali.
Standarisasi
HCl dengan larutan HCl
Rata-rata : V1
. M1 = V2 . M2
1 . 0,1
= 25,3 . M2
M2
=
= 20,83 M

BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Perhitungan
pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-rata
dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.
Titrasi harus dihentikan bila
larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes
indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang
digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus
sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa)
diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, sebaiknya
harus berhati-hati dalam menggunakan larutan-larutan yang ada di laboratorium
dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga harus memperhatikan ketelitian
dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena volume larutan NaOH sangat
mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
BAB VI
JAWABAN PERTANNYAAN
1.
Bagaimana caranya agar
titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen
2. Jelaskan
dengan singkat fungsi indikator
3. Jelaskan
apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak di tambah dengan indikator
4. Tuliskan
dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas
5. Jelaskan
pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder
6.
Tuliskan syarat-syarat
suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi
Penyelesaian :
1.
Caranya adalah ketika sudah
mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan,
apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh.
2.
Pada Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Fungsi
penambahan indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses
penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.Indikator PP dengan
range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi
merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Pada Standarisasi Larutan HCl 0,1 N
Penambahan
indikator metil orange menyebabkan perubahan warna larutan menjadi kuning. Dalam proses titrasi digunakan indikator metil orange yang jangkauannya pada pH 3,1 sampai pH 4,4 yang akan memberikan warna kuning. Penambahan indikator ini bertujuan untuk menandai titik ekivalen titrasi
yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari yang awalnya berwarna kuning menjadi
berwarna orange. Warna ini dikarenakan adanya pengaruh ion H+ dari
HCl yang bereaksi dengan indikator metil oranye dengan reaksi :HInßàH+ + In.
3.
Indikator
adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH larutannya berubah.
Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting.
Jika dalam percobaan tidak ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan
berjalan.
4.
Standarisasi
NaOH dengan larutan asam oksalat
(COOH)
+
2NaOH
>>> Na2C2O4
+ 2H2O
Untuk menstandarisasi larutan NaOh maka dalam percobaan ini menggunkan
larutan asam oksalat H2C2O2 sebagai larutan
standarnya. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam oksalat dan basa
NaOH. Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL. Asam
oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening dan NaoH sebagai
titer yang berwarna bening pula, sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3
tetes indikator PP yang diketahui berwarna bening kedalam larutan oksalat agar
pada saat titrasi dapat terjadi perubahan warna ketika mencapai titik ekuivalen
yaitu titik dimana jumlah larutan asam oksalat sama denagn jumlah larutan pada
NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna. Dalam titrasi ini kita
menggunakan indikator PP karena fenol phenolptalein itu tergolong asam yang
sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih banyak dan dia akan memberikan
warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah untuk diamati.
Standarisai
HCl dengan larutan HCl
NaOH
+
HCl >>>
NaCl + H2O
Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi
dengan ion OH- dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini
disebut reaksi penetralan. Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi
dengan ion Na+ dari NaCl membentuk garam NaCl.
HCl
(aq)
+ NaOH
(aq) >>> NaCl
(aq) +
H2O (I)
Di dalam
larutannya, HCl dan NaOH akan terurai menjadi ion-ionnya, sehingga reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
H+
(aq) + Cl- (aq) + Na+ (aq) + OH- (aq)
>>> Na+ (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)
Dari
reaksi diatas dapat disederhanakan menjadi reaksi ion bersih adalah
H+
(aq)
+ OH-(aq)
>>> H2O (aq)
5.
Larutan
primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
menimbang. Larutan standar sekumder adalah larutan yang konsentrasinya
diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
6.
Tidak
semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;
1. Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan
yang jelas.
2. Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan
memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi
tidak reversible, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).
4. Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan
sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrainya tidak mudah
berubah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshori. 1987. Penuntun
pelajaran Kimia. Ganesha Exact. Bandung.
Asikin, Z. 1982. Penuntun
Pelajaran Kimia Jilid I. Wijaya. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu
Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep
Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar