Kamis, 08 Desember 2016

Laporan Praktikum Kimia Anorganik Titrasi Asam dan Basa



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

Description: logo unib.jpg
DISUSUN OLEH :
                                   NAMA                           : ELIZA NOVIANI
                                   NPM                              : E1G015010
                                   PRODI                          : TEKNOLOGI INDUSTRI
                                     PERTANIAN
                                   KELOMPOK/SIFT      : 1 (SATU)
                                   HARI/JAM                    : KAMIS/ 08.00 WIB
                                  TANGGAL                    : 12 NOVEMBER 2015
                                   KO-ASS                        : RENDI ANDRIAN
                                   DOSEN                          : Drs. SYAFNIL, M.Si
                                OBYEK PRAKTIKUM   : TITRASI ASAM DAN BASA


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.
Titrasi asam basa adalah suatu prosedur untuk menentukan kadar (pH) suatu larutan asam/basa berdasarkan reaksi asam basa. Kadar larutan asam dapat ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang sudah diketahui kadarnya, dan sebaliknya kadar larutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang sudah diketahui kadarnya. Titrasi yang menyandarkan pada jumlah volum larutan disebut titrasi volumetri. Pengukuran volum diusahakan setepat mungkin dengan menggunakan alat-alat, seperti buret dan pipet volumetri.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1.      Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2.     Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3.     Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4.     Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat mungkin.
1.2  Tujuan
1.      Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.
2.      Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10­4 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan metil orange (MO).  Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi, W. 1990)
Pengukuran atau perhitungan dalam titrasi volumetrik berdasarkan pada pengukuran volume, sehingga dalam analisa titrasi volume konsentrasi kebanyakan dinyatakan dalam molaritas atau normalitas. Normalitas (kemolalan) adalah zat yang terlarut dalam setiap mili larutan (Anshori, 1997).
Titrasi sering disebut dengan titrasi volumetrik, karena diketahui volume titrannya.Volumetrik terbagi menjadi beberapa kelompok, antara lain asidimetri dan alkalimetri. Cara titrasi ini berdasarkan pada reaksi asam dan basa (Asikin, 1982).



BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan


·         NaOH 0,1 M
·         HCL 0,1 M
·         H2C2O4
·         Indikator penolphetalein
·         Elenmeyer
·         Buret 50 mL
·         Statif dan klem
·         Gelas ukur 25 mL atau mL
·         Corong kaca




3.2 Cara Kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

             Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

-     Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penophtalein (PP).

-   Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.

-   Mencatat volume NaOH terpakai

-   Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

-  Menghitung molaritas (M) NaOH.







3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

-   Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer

-   Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP)

-   Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

 -   Mencatat volume NaOH terpakai

-   Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

-   Menghitung molaritas (M) HCl.






BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
10 mL
10 mL
10 mL
10 mL
2
Volume NaOH terpakai
20,5 mL
21 mL
21 mL
20,8 mL
3
Molaritas (M) NaOH
0,48 M
0,47 M
0,47 M
0,48 M



Standarisasi HCl dengan larutan HCl

No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan HCl
1 mL
1 mL
1 mL
1 mL
2
Volume NaOH terpakai
0,7 mL
0,6 mL
0,5 mL
0,6 mL
3
Molaritas (M) NaOH
Berdasarkan hasil percobaan diatas
0,0048 M
4
Molaritas (M) larutan HCl

20,83 M











4.2 Pembahasan

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam tiga kali ulangan dengan proses :

            Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai.

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I        V1.M1 = V2.M2

                        10 . 0,1            = 20,5 . M2

                                    1          = 20,5 . M2

                                    M2       =  = 0,048 M

                                                  

Ulangan II           V1 . M1   = V2 . M2

                                      10 . 0,1  = 21 . M2

                                      1            = 21 . M2

                                      M2          = = 0,047 M









                                                

Ulangan III                       V1 . M1        = V2 . M2

                                      10 . 0,1  = 18,6 . M2

                                      1                = 18,6 . M2

                                      M2          = = 0,047 M



Rata-rata :            V1 . M1   = V2 . M2

                                      10 . 0,1  = 20,8 . M2

                                      1            = 20,8 . M2

                                      M2             == 0,48 M



Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :

            Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali.

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata    :        V1 . M1   = V2 . M2                                       

                      1 . 0,1       = 25,3 . M2

                      M2              =  = 20,83 M

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.

Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.



5.2 Saran

Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.






BAB VI

JAWABAN PERTANNYAAN



1.      Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen

2.      Jelaskan dengan singkat fungsi indikator

3.      Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak di tambah dengan indikator

4.      Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas

5.      Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder

6.      Tuliskan syarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi

Penyelesaian :

1.      Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak melewati titik ekivalen terlalu jauh.

2.      Pada Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N

Fungsi penambahan indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.

Pada Standarisasi Larutan HCl 0,1 N

Penambahan indikator metil orange menyebabkan perubahan warna larutan menjadi kuning. Dalam proses titrasi digunakan indikator metil orange yang jangkauannya pada pH 3,1 sampai pH 4,4 yang akan memberikan warna kuning. Penambahan indikator ini bertujuan untuk menandai titik ekivalen titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari yang awalnya berwarna kuning menjadi berwarna orange. Warna ini dikarenakan adanya pengaruh ion H+ dari  HCl yang bereaksi dengan indikator metil oranye dengan reaksi :HInßàH+ + In.

3.      Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH larutannya berubah. Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan yang sangat penting. Jika dalam percobaan tidak ditambahkan dengan indikator, maka reaksi tidak akan berjalan.

4.      Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

(COOH)       +         2NaOH           >>>     Na2C2O4          +          2H2O

Untuk menstandarisasi larutan NaOh maka dalam percobaan ini menggunkan larutan asam oksalat H2C2O2 sebagai larutan standarnya. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui ini merupakan reaksi asidi-alkalimetri asam basa antara asam oksalat dan basa NaOH. Volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL. Asam oksalat sebagai sebagai titrant yang diketahui berwarna bening dan NaoH sebagai titer yang berwarna bening pula, sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3 tetes indikator PP yang diketahui berwarna bening kedalam larutan oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi perubahan warna ketika mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan asam oksalat sama denagn jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk bereaksi sempurna. Dalam titrasi ini kita menggunakan indikator PP karena fenol phenolptalein itu tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi lebih banyak dan dia akan memberikan warna yang terang dan perubahan warnanya lebih mudah untuk diamati.

Standarisai HCl dengan larutan HCl

NaOH                  +     HCl     >>>     NaCl       +       H2O

       Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan. Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari NaCl membentuk garam NaCl.

HCl (aq)          +          NaOH (aq)      >>>     NaCl (aq)        +          H2O (I)

Di dalam larutannya, HCl dan NaOH akan terurai menjadi ion-ionnya, sehingga reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

H(aq) + Cl- (aq) + Na+ (aq) + OH- (aq) >>> Na+ (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)

Dari reaksi diatas dapat disederhanakan menjadi reaksi ion bersih adalah

H+ (aq)                        +          OH-(aq)           >>>     H2O (aq)

5.      Larutan primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang. Larutan standar sekumder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.

6.      Tidak semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;

1.  Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.

2. Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversible, penentuan akhir titrasi tidak tegas.

3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).

4. Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrainya tidak mudah berubah.




DAFTAR PUSTAKA



Anshori. 1987. Penuntun pelajaran Kimia. Ganesha Exact. Bandung.

Asikin, Z. 1982. Penuntun Pelajaran Kimia Jilid I. Wijaya. Jakarta.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar