Kamis, 08 Desember 2016

Laporan Praktikum Kimia Anorganik Termokimia



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

Description: logo unib.jpg
DISUSUN OLEH :
                                 NAMA                                   : ELIZA NOVIANI
                                 NPM                                      : E1G015010
                                 PRODI                                   : TEKNOLOGI INDUSTRI
                                             PERTANIAN
                                 KELOMPOK/SIFT                : 1 (SATU)
                                 HARI/JAM                             : KAMIS/ 08.00 WIB
                                 TANGGAL                             : 19 NOVEMBER 2015
                                 KO-ASS                                  : RENDI ANDRIAN
                                 DOSEN                                  : Drs. SYAFNIL, M.Si
                                 OBYEK PRAKTIKUM         : TERMOKIMIA


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang membahas masalah perubahan panas reaksi kimia. Panas reaksi kimia suatu sistem dapat dilepaskan (eksoterm) maupun diserap (endoterm). Perubahan panas reaksi dapat diukur dengan kalorimeter. Prinsip kerja kalorimeter yaitu dengan mengisolasi panas dalam sistem agar panasnya tidak berpindah ke lingkungan.
    Secara eksperimen kalor reaksi dapat ditentukan dengan kalorimeter. Tapi tidak semua reaksi dapat ditentukan kalor reaksinya secara kalorimetrik. Penentuan ini terbatas pada reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan cepat seperti pada reaksi pembakaran, reaksi penetralan, dan reaksi pelarutan
Salah satu penerapan dari kalorimeter adalah termos air panas. Termos air panas selalu menjaga panas di dalam sistem agar tidak terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungannya. Prinsip kerja ini sama dengan prinsip kerja kalorimeter yang akan dilakukan pada percobaan ini.

1.2 Tujuan
1.      Mengukur kalor reaksi dengan alat yang sederhana.
2.      Menghitung kalor pelarut secara langsung.
3.      Mengumpulkan dan menganalisa data termokimia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Termodinamika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan.Erat berkaitan dengan termodinamika kimia adalah termokimia, yang menangani pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan pembentukkan larutan.Dua metode termokimia eksperimen yang paling biasa disebut kalorimetri pembakaran dan kalorimetri reaksi.Dalam metode pertama, suatu unsur atau senyawa dibakar, biasanya dalam oksigen, dan energi atau kalor yang dibebaskan dalam reaksi itu diukur. Kalorimetri reaksi merujuk pada perubahan reaksi sesuai apa saja secara reaksi pembakaran. Metode terakhir ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik dan larutan-larutannya.Seperti direaksikan untuk senyawa organik, kalorimetri pembakaran mencakup pemutusan lengkap kerangka karbon, bila senyawaan itu terbakar dalam oksigen. Metode pembakaran mempunyai penerapan yang sesuai dengan senyawa organik yang kurang reaktif terhadap reagensia selain oksigen dan yang mengahasilkan lebih dari satu produk organik dengan regensia lain. kalorimetri reaksi dapat digunakan dengan senyawa yang mudah bereaksi dengan cukup cepat pada endapan sedang tanpa pertukaran produk samping yang tak diinginkan.Banyaknya kalor yang dibebaskan atau diserap diperoleh dengan menaruh suatu intesitas yang ditimbang dari pereaksi-pereaksi dalam wadah, membiarkan reaksi bergabung, dan kemudian mencatat perubahan temperatur dalam air disekitarnya. Dari beberapa bahan-bahan yang (reaksi, kalorimeter), perubahan temperaturnya, kapisitas panas mereka, maka banyaknya perubahan kalor selama reaksi dapat dihitung (Keenan, 1984).
Hampir semua reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepaskan energi), semuanya dalam bentuk kalor. Penting bagi kita untu memahami perbedaan antara energi termal dan kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Kita sering mengatakn “aliran kalor” dari benda panas ke benda dingin. Walaupun kalor itu sendiri mengandung arti perpindahan energi, kita biasanya menyebut “kalor serap” atau “kalor dibebaskan” ketika menggambarkan perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut. Ilmu yang mempelajari perubahan kalor yang mnyertai reaksi kimia disebut termokimia, (Chang, 2004).
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya, misalnya sistem itu terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah  dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap. Walaupun demikian, karena  du = dqv  dapat dituliskan  dv = Cv dT  pada volume tetap dan menyatakan  Cv = du/dT  dengan volume tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel yang  dalam variabel yang dibuat tetapdberubah. Notasi d digantikan dengan  ditambahkan subskrip, (Atkins, 1994).
Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah  dq D =  Cp dT  dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena   dqp = dH, (Atkins, 1994)
Penerapan hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari suatu reaksi.” Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari masing-masing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara aljabar, disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan, (Atkins, 1994).

            Ada beberapa entalpi atau panas yang berkaitan dengan proses di dalam larutan. Definisi dari panas ini juga sebagai dasar pada perubahan entalpi ketika satu mol zat yang mengalami proses. Entalpi larutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan satu mol zat dalam jumlah tertentu pelarut. Harga entalpi ini berubah dengan perubahan jumlah pelarut, oleh karena itu kosentrasinya harus dikondisikan. Sebagai contoh :
HCl(g) + 100H2O(l) HCl(100H2O(l)) ∆H = – 166 kJ
 Entalpi penetralan adalah perubahan entalpi ketika satu mol suatu asam atau basa yang beraksi dengan asam atau basa dengan jumlah yang ekuivalen untuk menghasilkan garam dan air. Asam kuat dan basa kuat, beraksi membentuk garam yang dapat larut dan terionisasi sempurna. Panas yang dilepaskan per mol dari pembentukkan air pada reaksi asam dan basa tersebut selalu sama. Dengan demikian untuk menuliskan reaksi penetralan biasa ditulis dalam bentuk reaksi pembentukkan dari ion-ionnya.
H+ (aq) + OH-(aq)H2O(l) ∆H = – 55,8 kJ
Ketika netralisasi yang melibatkan asam lemah atau basa lemah, perubahan energi akan melibatkan sumbangan dari disosiasi molekul.
 Entalpi ionisasi adalah perubahan entalpi ketika satu mol dari suatu senyawa di dalam larutan terdisosiasi menjadi ion-ionnya. Misalnya :
CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+ (aq)
Perhitungan yang melibatkan panas raksi didasarkan pada tiga prinsip yang fundamental.
 Jumlah panas yang dihasilkan adalah berbanding lurus terhadap jumlah material yang bereaksi.
 Jumlh panas yang diperlukan oleh reaksi sebaliknya adalah sama dengan jumlah panas yang dilepaskan ketika reaksi sebelum dibalik (dengan tanda yang berlawanan). Karena entalpi adalah fungsi keadaan, maka total perubahan panas harus sama dengan nol dalam reaksi siklus.
 Jika diberikan perubahan kimia yang melibatkan reaksi tersebut dijadikan satu tahap adalah sama dengan jumlah reaksi dari beberapa tahap. Peristiwa ini disebut dengan Hukum Hess (ditemukan oleh Hess tahun 1840). Karena entalpi merupakan fungsi keadaan, harga ∆H untuk perubahan tidak tergantung pada jalannya reaksi.
Manfaat dari ketiga prinsip ini adalah bahwa panas reaksi mungkin dapat diperhitungkan untuk reaksi yang sulit , berbahaya atau tidaknya untuk dilakukan di laboratorium.Kebanyakan reaksi kimia dikierjakn pada tekanan tetap, maka pada perhitungan ini hanya doiperhatikan entalpi reaksi DH.
Hukum Hess digunakan untuk menghitung reaksi yang tidak dapat dilakukan dengan eksperimen, misalnya reaksi :
C (s) + O2(g) CO(g)
C (s) + 2 H2 + O2 (g) CH3COOH (l)
Menurut Hess entalpi reaksi hanya bergantung pada keadaan awl dan akhir, tidak bergantung pada jalannya reaksi.
CO (s) + O2(g) CO2
∆H2
∆H1 ∆H3
C (s) + O2(g)
Berdasarkan arah panah :∆H3 = ∆H1 + ∆H2
Perubahan entalpi dipengaruhi oleh temperatur, kosentrasi atau keadaan sifat fisik dari raktan. Entalpi pembentukkan molar standar dari suatu zat adalah perubahan entalpi reaksi dimana satu mol zat tersebut dihasilkan dari unsur-unsurnya, dimana kondisi pengukuran produk dan reaktan dilakukan pada kondisi standar.Keadaan stanadar dari suatu zat adalah keadaan sifat fisik yaitu distabilkan pada tekanan 1 atm, ditandai dengan derajat superskrip (H°). Temperatur dikondisikan pada 298,15 K.Dimana jumlah, H adalah entalpi aktual dari zat dan n adalah jumlah mol zat. Untuk reaksi pembentukkan produk dan reaktan pada kondisi standar. Kita dapat menghitung harga entalpi relatif terhadap batasan referensi untuk setiap senyawanya. Referensi menetapkan bahwa entalpi unsur pada keadaan standar pada 298,15 K sama dengan nol. Persamaan menjadi :
∆H°f = H° (senyawa), (Rusman, 2009).


BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan

·       NaOH / kapur
·       NH4NO3
·       Aquades




·       Kalorimeter / erlenmeyer
·       Gelas ukur
·       Termometer
·       Pemanas air / kompor
·       Stopwatch / jam
·       Batang pengaduk
·       Gelas piala


3.2 Cara Kerja

3.2.1 Menentukan tetapan kalorimeter
1. Mengambil 40 mL aquades dengan gelas ukur.
2. Menuangkan kedalam kalorimeter.
3. Menutup kalorimeter yang sudah dilengkapi dengan termometer dan      
    alat pengaduk, mencatat suhu (Td).
4.    Mengambil lagi 40 mL aquades dengan gelas ukur.
5.    Menuangkan ke dalam gelas piala kering dan memanaskan sampai suhu 60 – 70 ºC
6.    Mengukur suhu air panas dengan tepat (Tp) dengan termometer.
7.    Dengan hati-hati dan cepat, memindahkan cairan no 6 ke dalam kalorimeter (no 3) dan menutup kembali. Mencatat suhu setiap 30 detik sambil diaduk.
8.    Suhu larutan akan segera mencapai suhu maksimum, lalu perlahan-lahan turun. Bila mulai turun mencatat setiap 1 menit sampai tidak ada lagi perubahan suhu.
Dengan menggunakan bobot 40 mL aquades adalah 40 gram dan kalor jenis aquades adalah 4,184 J/g ºC, maka tetapan kalorimeter dapat dihitung dengan persamaan :

C.mp.(Tp-Tm) = C.md (Tm-Td) + W (Tm-Td)

C          = kalor jenis aquades 4,184 J/g ºC
mp       = bobot aquades panas
md       = bobot aquades dingin
Tp        = suhu aquades setelah dipanaskan
Td        = suhu aquades sebelum dipanaskan
Tm       = suhu campuran
W         = tetapan kalorimeter J/g ºC
Dari persamaan ini nilai W dapat dicari. Mengulangi prosedur ini dan merata-rataka hasil yang didapat.

3.2.2 Menentukan ∆H
1. Untuk percobaan ini kami menggunakan NaOH / kapur dan NH4NO3 /  
    urea.
2.  Mengeringkan kalorimeter.
3. Mengambil 35 mL aquades dengan gelas ukur dan memasukkan ke 
    dalam kalorimeter, mengukur suhunya dengan termometer, mencatat
    suhu awal.
4. Menimbang 5 gram NaOH / kapur atau NH4NO3 / urea lalu memasukkan ke dalam kalorimeter sambil diaduk, mencatat perubahan suhu tiap 30 detik sampai tidak ada perubahan suhu lagi (suhu tertinggi atau terendah = suhu akhir)
5. Mengulangi percobaan ini dengan bahan yang sama.
6. Menghitung kalor pelarutan untuk ±5 gram zat dan untuk 1 mol zat.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
A. Penentuan Tetapan Kalorimeter
PENGAMATAN
ULANGAN
RATA-RATA
I
II
Suhu aquades panas oC
70 oC
60 oC
65 oC
Suhu aquades dingin oC
29 oC
29.5 oC
29.25 oC
Suhu campuran oC
45 oC
45 oC
45 oC

B. Penentuan Pelarutan NaOH
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
30 detik
31 oC
1 Menit kesembilan
51 oC
Detik ke-60
32 oC
1 Menit ke sepuluh
54 oC
Detik ke-90
33 oC
1 Menit ke sebelas
56 oC
Detik ke-120
34 oC
1 Menit ke dua belas
58 oC
Detik ke-150
35 oC
1 Menit ke tiga belas
60 oC
1 Menit pertama
36 oC
1 Menit ke empat belas
61 oC
1 Menit kedua
48 oC
1 Menit ke lima belas
63 oC
1 Menit ketiga
49 oC
1 Menit ke lima belas
63 oC

Catatan   :
1.      Vol aquades                                 = 35 mL
2.      Massa NaOH                               = 5 gr
3.      Suhu aquades mula-mula             = 29 oC
             4.      Suhu campuran                              = 63 oC
C. Penentuan Pelarutan Urea
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
30 detik
30 oC


Detik ke-60
29 oC


Detik ke-90
29 oC











Catatan   :
1.      Vol aquades                                 = 35 mL
2.      Massa NaOH                               = 5 gr
3.      Suhu aquades mula-mula             = 29 oC
             4.      Suhu campuran                              = 30 oC

D. Penentuan Pelarutan Aquades
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
Waktu (menit)
Suhu ( oC )
30 detik
45 oC
1 Menit keenam
45 oC
 30 detik
48 oC
1 Menit ketujuh
45 oC
30 detik
48 oC
1 Menit kedelapan
45 oC
1 Menit pertama
47 oC
1 Menit kesembilan
43 oC
1 Menit kedua
46 oC
1 Menit ke sepuluh
43 oC
1 Menit ketiga
46 oC

1 Menit keempat
46 oC

1 Menit kelima
45 oC


Catatan   :
1.      Vol aquades                                 =  40 gr = 40 mL
2.      Massa NaOH                               =  40 gr
3.      Suhu aquades mula-mula             = 29 oC
       4.      Suhu campuran                             = 48 oC


Perhitungan
A. Penentuan Tetapan Kalorimeter
            C. mp. (Tp – Tm)                      = C md (Tm – Td) + W (Tm – Td)
            4,184 . 40 (65 – 45)                  = 4,184 . 40 (45 – 29,25) + W (45 – 29,25)
                        167,36 (20)                   = 167,36 (15,75) + W (15,75)
                                    3347,2               = 2635,92+ 15,75W
                                    15,75 W            = 3347,2 – 2635,92                                          
15,75 W            = 711,28
W          = 45,16 J/g
B. Pengamatan Pelarutan NaOH

T NaOH = 31
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     35. 1. (63 – 29) = 5. C. (31 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-32)
                        1190      = -160C
                                  C =
                                  C = 7,4375 J/g

T NaOH = 32
                        Qair = QNaOH
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (32 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-31)
                        1190      = -155C
                                  C =
                                  C = 7,67 J/g

T NaOH = 33
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
    35. 1. (63 – 29) = 5. C. (33 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-30)
                        1190      = -150C
                                  C =
                                  C = 7,933 J/g







T NaOH = 34
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
   35. 1. (63 – 29) = 5. C. (34 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-29)
                        1190      = -145C
                                  C =
                                  C = 8,20 J/g

T NaOH = 35
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
    35. 1. (63 – 29) = 5. C. (35 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-28)
                        1190      = -140C
                                  C =
                                  C = 8,5 J/g

T NaOH = 36
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
    35. 1. (63 – 29) = 5. C. (36 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (27)
                        1190      = -135C
                                  C =
                                  C = 8,814 J/g







T NaOH = 48
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (48 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-15)
                        1190      = -75C
                                  C =
                                  C = 15,866 J/g

T NaOH = 49
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (49 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-14)
                        1190      = -70C
                                  C =
                                  C = 17,0J/g

T NaOH = 51
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (51 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-12)
                        1190      = -60C
                                  C =
                                  C = 19,833 J/g

T NaOH = 54
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
       35. 1. (63 – 29) = 5. C. (54 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-9)
                        1190      = -45C
                                  C =
                                  C = 26,444 J/g

T NaOH = 56
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (56 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-7)
                        1190      = -35C
                                  C =
                                  C = 34,0 J/g




T NaOH = 58
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
       35. 1. (63 – 29) = 5. C. (58 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-5)
                        1190      = -25C
                                  C =
                                  C = 47,6 J/g

T NaOH = 60
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
       35. 1. (63 – 29) = 5. C. (60 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-3)
                        1190      = -15C
                                  C =
                                  C = 79,333 J/g

T NaOH = 61
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (61 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-2)
                        1190      = -10C
                                  C =
                                  C = 119,0 J/g

T NaOH = 63
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
       35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-0)
                        1190      = -0C
                                  C =
                                  C = 0J/g












T NaOH = 63
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
                  35 (34)         = 5. C. (-0)
                        1190      = -0C
                                  C =
                                  C = 0 J/g

Kalor larutan untuk 1 mol zat :
Mr NaOH = 40
∆H NaOH = Q NaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
                  = 1220x 40/5
                  = (1220) X 8
           ∆H = 9760J







































 C. Pengamatan Pelarutan Urea
T Urea = 30
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (30 – 29) = 5. C. (30 – 30)
                  35 (1)         = 5. C. (-0)
                       35         = -0C
                                  C =
                                  C = 0 J/g


T Urea = 29
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
      35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
                  35 (1)         = 5. C. (-1)
                        35        = -5C
                                  C =
                                  C = 7 J/g

T Urea = 29                

              Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
       35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
                  35 (1)         = 5. C. (-1)
                       35         = -5C
                                  C =
                                  C = 7 J/g

Kalor larutan untuk 1 mol zat :
Mr NH4NO3 = 35
∆H NH4NO3= Q NH4NO3x (Mr NH4NO3)/(gram NH4NO3)
                  = -10x 35/5
                  = (-10) X 7
           ∆H = -70J






D. Penentuan Pelarutan Aquades

T Aquades = 45
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-3)
                        760      = -120C
                                  C =
                                  C = 6,333 J/g

T Aquades = 48
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (0)
                        760      = 0C
                                  C =
                                  C = 0 J/g

T Aquades = 48
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (0)
                        760      = 0C
                                  C =
                                  C = 0 J/g

T Aquades = 47
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (47 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-1)
                        760      = -40C
                                  C =
                                  C = 19J/g

T Aquades = 46
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-2)
                        760      = -80C
                                  C =
                                  C = 9,5J/g



T Aquades = 46
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-2)
                        760      = -80C
                                  C =
                                  C = 9,5J/g

T Aquades = 46
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-2)
                        760      = -80C
                                  C =
                                  C = 9,5J/g

T Aquades = 45
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-3)
                        760      = -120C
                                  C =
                                  C = 6,333J/g

T Aquades = 45
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-3)
                        760      = -120C
                                  C =
                                  C = 6,333J/g

T Aquades = 45
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-3)
                        760      = -120C
                                  C =
                                  C = 6,333J/g



T Aquades = 43
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-5)
                        760      = -200C
                                  C =
                                  C = 3,8J/g
T Aquades = 43
                        Qair = QNaOH
            m . Cair . T    = m . C . T  
     40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
                  40 (19)         = 40. C. (-5)
                        760      = -200C
                                  C =
                                  C = 3,8J/g





4.2 Pembahasan
Pada kesempatan praktikum kali ini, kami akan melakukan praktikum tentang termokimia. Termokimia merupakan penerapan hukum pertama termodinamika terhadap peristiwa kimia yang membahas tentang kalor yang menyertai reaksi kimia. Termodinamika kimia dapat didefenisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan. Termokimia erat kaitannya dengan termodinamika, karena termokimia menangani pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan pembentukan larutan.
       Percobaan ini bertujuan supaya praktikan dapat mengukur kalor reaksi dengan alat yang sederhana, yaitu kalorimeter. Praktikan juga dituntut untuk mengumpulkan data termokimia sekaligus menganalisanya. Kemudian menghitung kalor pelarutan secara langsung.
 Termokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari tentang perubahan kalor. Perubahan energy yang terjadi dapat berupa pelepasan energi atau yang sering disebut reaksi eksoterm serta penyerapan energi yang disebut reaksi endoterm. Untuk mengetahui hal tersebut, maka kami meakukan percobaan tentang penentuan tetapan calorimeter.
Langkah awal percobaan menetukan ketetapan calorimeter yakni mengambil air sebanyak 40 mL lalu menuangkan kedalam kaolrimeter. Mengambil lagi air sebanyak 40 mL kemudian dipanaskan menggunakan pemanas atau kompor, sampai suhu 60°-70°C.Campurkan air yang dipanaskan tersebut dengan air yang didalam kalorimeter catat berapa suhu campuran kedua cairan tersebut. Setelah mendapatkan suhu campuran, diaduk-aduk dan setiap 30 detik hitung berapa suhunya, lakukan perhitungan ini sampai suhu campuran  ini konstan atau tidak mengalami penurunan suhu lagi.
Pada praktikum penentuan ketetapan calorimeter yang dilakukan dua kali pengulangan dan didapatkan hasil. Untuk percobaan pertama suhu awal aquades 29° C suhu setelah di panaskan menggunakan kompor atau pemanas naik menjadi 70° C. Suhu campuran ketika kedua cairan tersebut disatukan dengan suhu yang berbeda ternyata terjadi perubahan suhu sebesar 45° C. Suhu awal air mengalami peningkatan dari suhu rendah menjadi suhu tinggi, sedangkan suhu aquades mengalami penurunan dari suhu 70°C menjadi 45°C.
       Pada percobaan menentukan ΔH, adapun langkah-langkah yang kami lewati yaitu: pertama-tama kami mencuci kalorimeter, kemudian kami mengambil 35 mL aquades menggunakan gelas ukur dan memasukkannya ke dalam kalorimeter sekaligus mengukur suhunya menggunakan termometer dan mencatatnya, yaitu 29oC. Berikutnya kami menimbang NaOH seberat 5 gram dan kami masukkan kedalam kalorimeter sambil mengaduknya. Kami juga mengukur suhunya dengan waktu yang tidak menentu dan mencatat hasilnya.
       Dari kedua percobaan tersebut, dapat kami pahami suhu aquades dingin saat dicampur dengan aquades panas mula-mula akan naik, kemudian apabila sudah mencapai suhu maksimum maka suhu akan turun kembali. Dan juga, apabila NaOH dicampur dengan aquades maka akan menimbulkan suhu panas yang dapat menyamai atau melebihi suhu saat dicampur dengan aquades panas.




BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Termokimia mencakup kalor yang diserap atau dilepaskan dalam reaksi kimia, sumber perubahan fase, atau dalam pengenceran suatu larutanTermokimia merupakan cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem. Jadi kita dapat mengukur (secara langsung dengan cara mengukur kerja atau kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan dikenal sebagai Joule.

5.2 Saran
       Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam mengukur bahan-bahan yang akan di uji cobakan, seperti saat mengukur 5 gram NaOH, apabila lebih maka kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan percobaan kita. Karena NaOH suhunya naik saat dicampur aquades.



BAB VI
JAWABAN PERTANNYAAN

1.         Untuk melarutkan NaOH dalam prosedur 2.2.2, berapa ∆H pelarutan jika seandainnya kalor yang diterima kalorimeter adalah nol.
Jawab  :
            Q kalorimeter = 0        >>>     Q NaOH + QAquades = 0
            QNaOH    = - (maquades x CAquades x t ) + ( W x t )
                        = - ( 40x10-3 ) x (4,184 x 29 ) + (45,16 x 10-3 x 29 )
                        = - 4853,44 x 10-3 + 1309,64x 10-3
                                                = - 3543,8 x 10-3 joule

            ΔHNaOH                = QNaOH  MrNaOH
                                                     GramNaOH
                                    = - 3543,8  x 10-3  x  40
                                                                   5 gram
                                    = - 3543,8 x 10-3  x  8
                                    = -28350,4x 10-3 J

2.      Apa pengaruhnya terhadap ∆H pelarutan, bila aquades diganti dengan pelarut lain seperti HCl?
            Jawab  :
            Apabila aquades diganti dengan pelarut larutan yang lain, maka akan terjadi perubahan terhadap nilai H nya, misal apabila diganti dengan HCl, maka pada thermometer tidak akan terjadi penurunan suhu, karena massa jenis HCl lebih besar dan merupakan larutan yang pekat dari pada aquades sehingga dia memiliki nilai H semakin tinggi. Sebaliknya apabila diganti dengan NaOH, maka akan diperlukan waktu yang relatif lebih lama untuk mencapai perubahan/penurunan suhu, sehingga akan menyebabkan nilai H akan semakin kecil.







3.      Simpulkan harga ∆H pelarutan NaOH, bila jumlah NaOH ditambah atau dikurangi dari 5 gram?
            Jawab  :
            A. misal ditambah 1 gram
            ΔHNaOH                = QNaOH x MrNaOH
                                                     GramNaOH
                                    = - 3543,8  x 10-3 x  MrNaOH
                                                                    GramNaOH
                                    = - 28350,4x 10-3 J

            B. Misal dikurangi 1 gram
ΔHNaOH                = QNaOH  MrNaOH
                                        GramNaOH
                                       = - 3543,8   x 10-3 J

            Jadi, apabila jumlah pelarut NaOH ditambah, maka ∆H pelarutan NaOH akan semakin kecil, dan berlaku sebaliknya. Apabila jumlah pelarut NaOH diurangi maka ∆H pelarutan NaOH akan menjadi semakin besar. Dapat ditarik kesimpulan  bahwa ∆H pelarutan berbanding terbalik dengan massa pelarutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Keenan, A.Pujaatmaja, Hadyana. 1992.Kimia Untuk Universitas Jilid I. Jakarta :
Erlangga.
Rusman. 2009. Kimia Fisika.  Banda Aceh : Syiah Kuala University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar