LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
ANORGANIK

DISUSUN
OLEH :
NAMA : ELIZA NOVIANI
NPM : E1G015010
PRODI : TEKNOLOGI INDUSTRI
PERTANIAN
KELOMPOK/SIFT : 1 (SATU)
HARI/JAM : KAMIS/ 08.00 WIB
TANGGAL : 19 NOVEMBER 2015
KO-ASS : RENDI ANDRIAN
DOSEN : Drs. SYAFNIL, M.Si
OBYEK PRAKTIKUM : TERMOKIMIA
LABORATORIUM
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang
membahas masalah perubahan panas reaksi kimia. Panas reaksi kimia suatu sistem dapat dilepaskan (eksoterm) maupun
diserap (endoterm). Perubahan panas reaksi dapat diukur dengan kalorimeter.
Prinsip kerja kalorimeter yaitu dengan mengisolasi panas dalam sistem agar
panasnya tidak berpindah ke lingkungan.
Secara
eksperimen kalor reaksi dapat ditentukan dengan kalorimeter. Tapi tidak semua
reaksi dapat ditentukan kalor reaksinya secara kalorimetrik. Penentuan ini
terbatas pada reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan cepat seperti
pada reaksi pembakaran, reaksi penetralan, dan reaksi pelarutan
Salah satu penerapan dari
kalorimeter adalah termos air panas. Termos air panas selalu menjaga panas di
dalam sistem agar tidak terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungannya.
Prinsip kerja ini sama dengan prinsip kerja kalorimeter yang akan dilakukan
pada percobaan ini.
1.2
Tujuan
1. Mengukur
kalor reaksi dengan alat yang sederhana.
2. Menghitung
kalor pelarut secara langsung.
3. Mengumpulkan
dan menganalisa data termokimia.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Termodinamika
kimia dapat didefinisikan sebagai cabang kimia yang menangani hubungan kalor,
kerja dan bentuk lain energi, dengan kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam
perubahan keadaan.Erat berkaitan dengan termodinamika kimia adalah termokimia,
yang menangani pengukuran dan penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi
kimia, perubahan keadaan dan pembentukkan larutan.Dua metode termokimia
eksperimen yang paling biasa disebut kalorimetri pembakaran dan kalorimetri
reaksi.Dalam metode pertama, suatu unsur atau senyawa dibakar, biasanya dalam
oksigen, dan energi atau kalor yang dibebaskan dalam reaksi itu diukur.
Kalorimetri reaksi merujuk pada perubahan reaksi sesuai apa saja secara reaksi
pembakaran. Metode terakhir ini lebih umum digunakan dengan senyawa anorganik
dan larutan-larutannya.Seperti direaksikan untuk senyawa organik, kalorimetri
pembakaran mencakup pemutusan lengkap kerangka karbon, bila senyawaan itu
terbakar dalam oksigen. Metode pembakaran mempunyai penerapan yang sesuai
dengan senyawa organik yang kurang reaktif terhadap reagensia selain oksigen
dan yang mengahasilkan lebih dari satu produk organik dengan regensia lain.
kalorimetri reaksi dapat digunakan dengan senyawa yang mudah bereaksi dengan
cukup cepat pada endapan sedang tanpa pertukaran produk samping yang tak
diinginkan.Banyaknya kalor yang dibebaskan atau diserap diperoleh dengan
menaruh suatu intesitas yang ditimbang dari pereaksi-pereaksi dalam wadah,
membiarkan reaksi bergabung, dan kemudian mencatat perubahan temperatur dalam
air disekitarnya. Dari beberapa bahan-bahan yang (reaksi, kalorimeter),
perubahan temperaturnya, kapisitas panas mereka, maka banyaknya perubahan kalor
selama reaksi dapat dihitung (Keenan, 1984).
Hampir semua
reaksi kimia menyerap atau menghasilkan (melepaskan energi), semuanya dalam
bentuk kalor. Penting bagi kita untu memahami perbedaan antara energi termal
dan kalor. Kalor (heat) adalah perpindahan energi termal antara dua benda yang
suhunya berbeda. Kita sering mengatakn “aliran kalor” dari benda panas ke benda
dingin. Walaupun kalor itu sendiri mengandung arti perpindahan energi, kita
biasanya menyebut “kalor serap” atau “kalor dibebaskan” ketika menggambarkan
perubahan energi yang terjadi selama proses tersebut. Ilmu yang mempelajari
perubahan kalor yang mnyertai reaksi kimia disebut termokimia, (Chang, 2004).
Kapasitas kalor suatu zat bergantung pada kondisinya,
misalnya sistem itu terpaksa mempunyai volume tetap dan tidak dapat melakukan
kerja. Jenis apapun kalor yang diperlukan agar mengubah temperatur dT adalah
dq V = Cv dT, dengan Cv sebagai kapasitas kalor pada volume tetap.
Walaupun demikian, karena du = dqv dapat dituliskan dv = Cv
dT pada volume tetap dan menyatakan Cv = du/dT dengan volume
tetap. Jika suatu variabel atau lebih dijaga agar tetap selama perubahan
variabel yang lain maka turunan disebut “turunan parsial” terhadap variabel
yang dalam variabel yang dibuat tetapdberubah.
Notasi d digantikan dengan ditambahkan subskrip,
(Atkins, 1994).
Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah dq D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena dqp = dH, (Atkins, 1994)
Kapasitas kalor pada tekanan tetap
Kalor yang diperlukan agar menghasilkan perubahan temperatur yang sama adalah dq D = Cp dT dengan Cp menyatakan kapasitas kalor pada tekanan tetap. Dalam hal ini, sistem mengubah volumenya sebagai energi yang diberikan sebagai kalor dapat ditambahkan ke lingkungan sebagai kerja dan tidak khusus digunakan untuk menaikkan temperatur sistem. Oleh karena itu, secara umum Cv berbeda dengan Cp karena dqp = dH, (Atkins, 1994)
Penerapan
hukum pertama disebut hukum Hess : “Entalpi reaksi secara keseluruhan adalah
jumlah entalpi reaksi dari reaksi-reaksi individual yang merupakan bagian dari
suatu reaksi.” Suatu reaksi kimia yang diinginkan dapat ditulis sebagai
rangkaian dari banyak reaksi kimia. Jika seseorang mengetahui panas reaksi dari
masing-masing tahap di atas, maka panas reaksi yang diinginkan dapat dihitung
dengan menambahkan atau mengurangi panas reaksi dari masing-masing tahap.
Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau dikurangi secara aljabar,
disebut hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan, (Atkins, 1994).
Ada beberapa entalpi atau panas yang berkaitan dengan proses di dalam larutan. Definisi dari panas ini juga sebagai dasar pada perubahan entalpi ketika satu mol zat yang mengalami proses. Entalpi larutan adalah perubahan entalpi yang menyertai pelarutan satu mol zat dalam jumlah tertentu pelarut. Harga entalpi ini berubah dengan perubahan jumlah pelarut, oleh karena itu kosentrasinya harus dikondisikan. Sebagai contoh :
HCl(g) + 100H2O(l) HCl(100H2O(l)) ∆H = – 166 kJ
Entalpi penetralan adalah perubahan entalpi ketika satu mol suatu asam atau basa yang beraksi dengan asam atau basa dengan jumlah yang ekuivalen untuk menghasilkan garam dan air. Asam kuat dan basa kuat, beraksi membentuk garam yang dapat larut dan terionisasi sempurna. Panas yang dilepaskan per mol dari pembentukkan air pada reaksi asam dan basa tersebut selalu sama. Dengan demikian untuk menuliskan reaksi penetralan biasa ditulis dalam bentuk reaksi pembentukkan dari ion-ionnya.
H+ (aq) + OH-(aq)H2O(l) ∆H = – 55,8 kJ
Ketika netralisasi yang melibatkan asam lemah atau basa lemah, perubahan energi akan melibatkan sumbangan dari disosiasi molekul.
Entalpi ionisasi adalah perubahan entalpi ketika satu mol dari suatu senyawa di dalam larutan terdisosiasi menjadi ion-ionnya. Misalnya :
CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+ (aq)
Perhitungan yang melibatkan panas raksi didasarkan pada tiga prinsip yang fundamental.
Jumlah panas yang dihasilkan adalah berbanding lurus terhadap jumlah material yang bereaksi.
Jumlh panas yang diperlukan oleh reaksi sebaliknya adalah sama dengan jumlah panas yang dilepaskan ketika reaksi sebelum dibalik (dengan tanda yang berlawanan). Karena entalpi adalah fungsi keadaan, maka total perubahan panas harus sama dengan nol dalam reaksi siklus.
Jika diberikan perubahan kimia yang melibatkan reaksi tersebut dijadikan satu tahap adalah sama dengan jumlah reaksi dari beberapa tahap. Peristiwa ini disebut dengan Hukum Hess (ditemukan oleh Hess tahun 1840). Karena entalpi merupakan fungsi keadaan, harga ∆H untuk perubahan tidak tergantung pada jalannya reaksi.
Manfaat dari ketiga prinsip ini adalah bahwa panas reaksi mungkin dapat diperhitungkan untuk reaksi yang sulit , berbahaya atau tidaknya untuk dilakukan di laboratorium.Kebanyakan reaksi kimia dikierjakn pada tekanan tetap, maka pada perhitungan ini hanya doiperhatikan entalpi reaksi DH.
Hukum Hess digunakan untuk menghitung reaksi yang tidak dapat dilakukan dengan eksperimen, misalnya reaksi :
C (s) + O2(g) CO(g)
C (s) + 2 H2 + O2 (g) CH3COOH (l)
Menurut Hess entalpi reaksi hanya bergantung pada keadaan awl dan akhir, tidak bergantung pada jalannya reaksi.
CO (s) + O2(g) CO2
∆H2
∆H1 ∆H3
C (s) + O2(g)
Berdasarkan arah panah :∆H3 = ∆H1 + ∆H2
Perubahan entalpi dipengaruhi oleh temperatur, kosentrasi atau keadaan sifat fisik dari raktan. Entalpi pembentukkan molar standar dari suatu zat adalah perubahan entalpi reaksi dimana satu mol zat tersebut dihasilkan dari unsur-unsurnya, dimana kondisi pengukuran produk dan reaktan dilakukan pada kondisi standar.Keadaan stanadar dari suatu zat adalah keadaan sifat fisik yaitu distabilkan pada tekanan 1 atm, ditandai dengan derajat superskrip (H°). Temperatur dikondisikan pada 298,15 K.Dimana jumlah, H adalah entalpi aktual dari zat dan n adalah jumlah mol zat. Untuk reaksi pembentukkan produk dan reaktan pada kondisi standar. Kita dapat menghitung harga entalpi relatif terhadap batasan referensi untuk setiap senyawanya. Referensi menetapkan bahwa entalpi unsur pada keadaan standar pada 298,15 K sama dengan nol. Persamaan menjadi :
∆H°f = H° (senyawa), (Rusman, 2009).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
· NaOH
/ kapur
· NH4NO3
· Aquades
· Kalorimeter
/ erlenmeyer
· Gelas
ukur
· Termometer
· Pemanas
air / kompor
· Stopwatch
/ jam
· Batang
pengaduk
· Gelas
piala
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Menentukan
tetapan kalorimeter
1. Mengambil 40 mL aquades dengan gelas ukur.
2. Menuangkan kedalam kalorimeter.
3. Menutup kalorimeter yang sudah dilengkapi dengan
termometer dan
alat pengaduk, mencatat suhu (Td).
4. Mengambil
lagi 40 mL aquades dengan gelas ukur.
5. Menuangkan
ke dalam gelas piala kering dan memanaskan sampai suhu 60 – 70 ºC
6. Mengukur
suhu air panas dengan tepat (Tp) dengan termometer.
7. Dengan
hati-hati dan cepat, memindahkan cairan no 6 ke dalam kalorimeter (no 3) dan
menutup kembali. Mencatat suhu setiap 30 detik sambil diaduk.
8. Suhu
larutan akan segera mencapai suhu maksimum, lalu perlahan-lahan turun. Bila
mulai turun mencatat setiap 1 menit sampai tidak ada lagi perubahan suhu.
Dengan menggunakan
bobot 40 mL aquades adalah 40 gram dan kalor jenis aquades adalah 4,184 J/g ºC,
maka tetapan kalorimeter dapat dihitung dengan persamaan :
C.mp.(Tp-Tm) = C.md
(Tm-Td) + W (Tm-Td)
C = kalor jenis aquades 4,184 J/g ºC
mp = bobot aquades panas
md = bobot aquades dingin
Tp = suhu aquades setelah dipanaskan
Td = suhu aquades sebelum dipanaskan
Tm = suhu campuran
W = tetapan kalorimeter J/g ºC
Dari persamaan ini
nilai W dapat dicari. Mengulangi prosedur ini dan merata-rataka hasil yang
didapat.
3.2.2 Menentukan ∆H
1. Untuk percobaan ini
kami menggunakan NaOH / kapur dan NH4NO3 /
urea.
2. Mengeringkan kalorimeter.
3. Mengambil 35 mL
aquades dengan gelas ukur dan memasukkan ke
dalam kalorimeter, mengukur suhunya dengan
termometer, mencatat
suhu awal.
4. Menimbang 5 gram
NaOH / kapur atau NH4NO3 / urea lalu memasukkan ke dalam kalorimeter sambil
diaduk, mencatat perubahan suhu tiap 30 detik sampai tidak ada perubahan suhu
lagi (suhu tertinggi atau terendah = suhu akhir)
5. Mengulangi percobaan
ini dengan bahan yang sama.
6. Menghitung kalor
pelarutan untuk ±5 gram zat dan untuk 1 mol zat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
A.
Penentuan Tetapan Kalorimeter
PENGAMATAN
|
ULANGAN
|
RATA-RATA
|
|
I
|
II
|
||
Suhu
aquades panas oC
|
70 oC
|
60 oC
|
65 oC
|
Suhu
aquades dingin oC
|
29 oC
|
29.5 oC
|
29.25 oC
|
Suhu
campuran oC
|
45 oC
|
45 oC
|
45 oC
|
B.
Penentuan Pelarutan NaOH
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
30 detik
|
31 oC
|
1 Menit kesembilan
|
51 oC
|
Detik ke-60
|
32 oC
|
1 Menit ke sepuluh
|
54 oC
|
Detik ke-90
|
33 oC
|
1 Menit ke sebelas
|
56 oC
|
Detik ke-120
|
34 oC
|
1 Menit ke dua belas
|
58 oC
|
Detik ke-150
|
35 oC
|
1 Menit ke tiga belas
|
60 oC
|
1 Menit pertama
|
36 oC
|
1 Menit ke empat belas
|
61 oC
|
1 Menit kedua
|
48 oC
|
1 Menit ke lima belas
|
63 oC
|
1 Menit ketiga
|
49 oC
|
1 Menit ke lima belas
|
63 oC
|
Catatan
:
1. Vol
aquades
= 35 mL
2. Massa
NaOH
= 5 gr
3. Suhu aquades mula-mula
= 29 oC
4. Suhu
campuran
= 63 oC
C.
Penentuan Pelarutan Urea
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
30 detik
|
30 oC
|
||
Detik ke-60
|
29 oC
|
|
|
Detik ke-90
|
29 oC
|
||
Catatan
:
1. Vol
aquades
= 35 mL
2. Massa
NaOH
= 5 gr
3. Suhu aquades mula-mula
= 29 oC
4. Suhu
campuran
= 30 oC
D.
Penentuan Pelarutan Aquades
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
Waktu (menit)
|
Suhu ( oC )
|
30 detik
|
45 oC
|
1 Menit keenam
|
45 oC
|
30 detik
|
48 oC
|
1 Menit ketujuh
|
45 oC
|
30 detik
|
48 oC
|
1 Menit kedelapan
|
45 oC
|
1 Menit pertama
|
47 oC
|
1 Menit kesembilan
|
43 oC
|
1 Menit kedua
|
46 oC
|
1 Menit ke sepuluh
|
43 oC
|
1 Menit ketiga
|
46 oC
|
||
1 Menit keempat
|
46 oC
|
||
1 Menit kelima
|
45 oC
|
Catatan
:
1. Vol
aquades
=
40 gr = 40 mL
2. Massa
NaOH
=
40 gr
3. Suhu aquades mula-mula
= 29 oC
4. Suhu
campuran
= 48 oC
Perhitungan
A.
Penentuan Tetapan Kalorimeter
C. mp. (Tp – Tm) =
C md (Tm – Td) + W (Tm – Td)
4,184 . 40 (65 – 45) = 4,184 . 40 (45 – 29,25) + W (45 – 29,25)
167,36 (20) = 167,36 (15,75) + W (15,75)
3347,2 = 2635,92+ 15,75W
15,75 W = 3347,2 – 2635,92
4,184 . 40 (65 – 45) = 4,184 . 40 (45 – 29,25) + W (45 – 29,25)
167,36 (20) = 167,36 (15,75) + W (15,75)
3347,2 = 2635,92+ 15,75W
15,75 W = 3347,2 – 2635,92
15,75 W =
711,28
W
=
45,16
J/g
B. Pengamatan Pelarutan NaOH
T NaOH = 31
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (31 – 63)
35 (34) = 5. C. (-32)
1190 = -160C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (31 – 63)
35 (34) = 5. C. (-32)
1190 = -160C
C =
C = 7,4375 J/g
T NaOH = 32
Qair = QNaOH
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (32 – 63)
35 (34) = 5. C. (-31)
1190 = -155C
C =
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (32 – 63)
35 (34) = 5. C. (-31)
1190 = -155C
C =
C = 7,67 J/g
T NaOH = 33
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (33 – 63)
35 (34) = 5. C. (-30)
1190 = -150C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (33 – 63)
35 (34) = 5. C. (-30)
1190 = -150C
C =
C = 7,933 J/g
T NaOH = 34
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (34 – 63)
35 (34) = 5. C. (-29)
1190 = -145C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (34 – 63)
35 (34) = 5. C. (-29)
1190 = -145C
C =
C
= 8,20 J/g
T NaOH = 35
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (35 – 63)
35 (34) = 5. C. (-28)
1190 = -140C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (35 – 63)
35 (34) = 5. C. (-28)
1190 = -140C
C =
C = 8,5 J/g
T NaOH = 36
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (36 – 63)
35 (34) = 5. C. (27)
1190 = -135C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (36 – 63)
35 (34) = 5. C. (27)
1190 = -135C
C =
C = 8,814 J/g
T NaOH = 48
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (48 – 63)
35 (34) = 5. C. (-15)
1190 = -75C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (48 – 63)
35 (34) = 5. C. (-15)
1190 = -75C
C =
C = 15,866 J/g
T NaOH = 49
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (49 – 63)
35 (34) = 5. C. (-14)
1190 = -70C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (49 – 63)
35 (34) = 5. C. (-14)
1190 = -70C
C =
C = 17,0J/g
T NaOH = 51
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (51 – 63)
35 (34) = 5. C. (-12)
1190 = -60C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (51 – 63)
35 (34) = 5. C. (-12)
1190 = -60C
C =
C = 19,833 J/g
T NaOH = 54
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (54 – 63)
35 (34) = 5. C. (-9)
1190 = -45C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (54 – 63)
35 (34) = 5. C. (-9)
1190 = -45C
C =
C = 26,444 J/g
T NaOH = 56
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (56 – 63)
35 (34) = 5. C. (-7)
1190 = -35C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (56 – 63)
35 (34) = 5. C. (-7)
1190 = -35C
C =
C = 34,0 J/g
T NaOH = 58
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (58 – 63)
35 (34) = 5. C. (-5)
1190 = -25C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (58 – 63)
35 (34) = 5. C. (-5)
1190 = -25C
C =
C = 47,6 J/g
T NaOH = 60
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (60 – 63)
35 (34) = 5. C. (-3)
1190 = -15C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (60 – 63)
35 (34) = 5. C. (-3)
1190 = -15C
C =
C = 79,333 J/g
T NaOH = 61
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (61 – 63)
35 (34) = 5. C. (-2)
1190 = -10C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (61 – 63)
35 (34) = 5. C. (-2)
1190 = -10C
C =
C = 119,0 J/g
T NaOH = 63
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
35 (34) = 5. C. (-0)
1190 = -0C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
35 (34) = 5. C. (-0)
1190 = -0C
C =
C = 0J/g
T NaOH = 63
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
35 (34) = 5. C. (-0)
1190 = -0C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (63 – 29) = 5. C. (63 – 63)
35 (34) = 5. C. (-0)
1190 = -0C
C =
C = 0 J/g
Kalor larutan untuk 1 mol zat :
Mr NaOH = 40
∆H NaOH = Q NaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
= 1220x 40/5
= (1220) X 8
∆H = 9760J
Mr NaOH = 40
∆H NaOH = Q NaOH x (Mr NaOH)/(gram NaOH)
= 1220x 40/5
= (1220) X 8
∆H = 9760J
C.
Pengamatan Pelarutan Urea
T Urea = 30
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (30 – 30)
35 (1) = 5. C. (-0)
35 = -0C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (30 – 30)
35 (1) = 5. C. (-0)
35 = -0C
C =
C = 0 J/g
T Urea = 29
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
35 (1) = 5. C. (-1)
35 = -5C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
35 (1) = 5. C. (-1)
35 = -5C
C =
C = 7 J/g
T Urea = 29
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
35 (1) = 5. C. (-1)
35 = -5C
C =
m . Cair . T = m . C . T
35. 1. (30 – 29) = 5. C. (29 – 30)
35 (1) = 5. C. (-1)
35 = -5C
C =
C = 7 J/g
Kalor larutan untuk 1 mol zat :
Mr NH4NO3 = 35
∆H NH4NO3= Q NH4NO3x (Mr NH4NO3)/(gram NH4NO3)
= -10x 35/5
= (-10) X 7
∆H = -70J
Mr NH4NO3 = 35
∆H NH4NO3= Q NH4NO3x (Mr NH4NO3)/(gram NH4NO3)
= -10x 35/5
= (-10) X 7
∆H = -70J
D.
Penentuan Pelarutan Aquades
T Aquades = 45
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
C = 6,333 J/g
T Aquades = 48
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
40 (19) = 40. C. (0)
760 = 0C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
40 (19) = 40. C. (0)
760 = 0C
C =
C = 0 J/g
T Aquades = 48
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
40 (19) = 40. C. (0)
760 = 0C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (48 – 48)
40 (19) = 40. C. (0)
760 = 0C
C =
C = 0 J/g
T Aquades = 47
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (47 – 48)
40 (19) = 40. C. (-1)
760 = -40C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (47 – 48)
40 (19) = 40. C. (-1)
760 = -40C
C =
C = 19J/g
T Aquades = 46
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
C = 9,5J/g
T Aquades = 46
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
C = 9,5J/g
T Aquades = 46
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (46 – 48)
40 (19) = 40. C. (-2)
760 = -80C
C =
C = 9,5J/g
T Aquades = 45
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
C = 6,333J/g
T Aquades = 45
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
C = 6,333J/g
T Aquades = 45
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (45 – 48)
40 (19) = 40. C. (-3)
760 = -120C
C =
C = 6,333J/g
T Aquades = 43
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
40 (19) = 40. C. (-5)
760 = -200C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
40 (19) = 40. C. (-5)
760 = -200C
C =
C = 3,8J/g
T Aquades = 43
Qair = QNaOH
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
40 (19) = 40. C. (-5)
760 = -200C
C =
m . Cair . T = m . C . T
40. 1. (48 – 29) = 40. C. (43 – 48)
40 (19) = 40. C. (-5)
760 = -200C
C =
C = 3,8J/g
4.2 Pembahasan
Pada kesempatan praktikum kali ini, kami akan melakukan praktikum tentang
termokimia. Termokimia merupakan penerapan hukum pertama
termodinamika terhadap peristiwa kimia yang membahas tentang kalor yang
menyertai reaksi kimia. Termodinamika kimia dapat didefenisikan sebagai cabang
kimia yang menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan
kesetimbangan dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan. Termokimia erat
kaitannya dengan termodinamika, karena termokimia menangani pengukuran dan
penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan
pembentukan larutan.
Percobaan ini bertujuan supaya praktikan dapat mengukur kalor reaksi dengan
alat yang sederhana, yaitu kalorimeter. Praktikan juga dituntut untuk
mengumpulkan data termokimia sekaligus menganalisanya. Kemudian menghitung
kalor pelarutan secara langsung.
Termokimia merupakan bagian dari
ilmu kimia yang mempelajari tentang perubahan kalor. Perubahan energy yang
terjadi dapat berupa pelepasan energi atau yang sering disebut reaksi eksoterm
serta penyerapan energi yang disebut reaksi endoterm. Untuk mengetahui hal
tersebut, maka kami meakukan percobaan tentang penentuan tetapan calorimeter.
Langkah awal percobaan menetukan ketetapan calorimeter
yakni mengambil air sebanyak 40 mL lalu menuangkan kedalam kaolrimeter.
Mengambil lagi air sebanyak 40 mL kemudian dipanaskan menggunakan pemanas atau
kompor, sampai suhu 60°-70°C.Campurkan air yang dipanaskan tersebut dengan air
yang didalam kalorimeter catat berapa suhu campuran kedua cairan tersebut.
Setelah mendapatkan suhu campuran, diaduk-aduk dan setiap 30 detik hitung
berapa suhunya, lakukan perhitungan ini sampai suhu campuran ini konstan
atau tidak mengalami penurunan suhu lagi.
Pada praktikum penentuan ketetapan calorimeter yang
dilakukan dua kali pengulangan dan didapatkan hasil. Untuk percobaan pertama
suhu awal aquades 29° C suhu setelah di panaskan menggunakan kompor atau
pemanas naik menjadi 70° C. Suhu campuran ketika kedua cairan tersebut
disatukan dengan suhu yang berbeda ternyata terjadi perubahan suhu sebesar 45°
C. Suhu awal air mengalami peningkatan dari suhu rendah menjadi suhu tinggi,
sedangkan suhu aquades mengalami penurunan dari suhu 70°C menjadi 45°C.
Pada
percobaan menentukan ΔH, adapun langkah-langkah yang kami lewati yaitu:
pertama-tama kami mencuci kalorimeter, kemudian kami mengambil 35 mL aquades
menggunakan gelas ukur dan memasukkannya ke dalam kalorimeter sekaligus
mengukur suhunya menggunakan termometer dan mencatatnya, yaitu 29oC.
Berikutnya kami menimbang NaOH seberat 5 gram dan kami masukkan kedalam
kalorimeter sambil mengaduknya. Kami juga mengukur suhunya dengan waktu yang
tidak menentu dan mencatat hasilnya.
Dari kedua percobaan tersebut, dapat kami pahami suhu aquades dingin saat
dicampur dengan aquades panas mula-mula akan naik, kemudian apabila sudah
mencapai suhu maksimum maka suhu akan turun kembali. Dan juga, apabila NaOH
dicampur dengan aquades maka akan menimbulkan suhu panas yang dapat menyamai
atau melebihi suhu saat dicampur dengan aquades panas.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Termokimia
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia.
Termokimia mencakup kalor yang diserap atau dilepaskan dalam reaksi kimia,
sumber perubahan fase, atau dalam pengenceran suatu larutanTermokimia merupakan
cabang dari termodinamika karena tabung reaksi dan isinya membentuk sistem.
Jadi kita dapat mengukur (secara langsung dengan cara mengukur kerja atau
kenaikan temperatur) energi yang dihasilkan oleh reaksi sebagai kalor dan
dikenal sebagai Joule.
5.2 Saran
Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam
mengukur bahan-bahan yang akan di uji cobakan, seperti saat mengukur 5 gram
NaOH, apabila lebih maka kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan percobaan
kita. Karena NaOH suhunya naik saat dicampur aquades.
BAB VI
JAWABAN PERTANNYAAN
1. Untuk melarutkan NaOH dalam prosedur 2.2.2, berapa ∆H
pelarutan jika seandainnya kalor yang diterima kalorimeter adalah nol.
Jawab :
Q kalorimeter = 0
>>> Q NaOH + QAquades =
0
QNaOH = - (maquades x CAquades x
t ) + ( W x t )
= - ( 40x10-3 ) x (4,184 x 29 ) + (45,16 x 10-3 x 29 )
= - 4853,44 x 10-3 + 1309,64x 10-3
=
- 3543,8 x 10-3 joule
ΔHNaOH
= QNaOH x MrNaOH
GramNaOH
= - 3543,8 x 10-3 x
40
5 gram
= - 3543,8 x 10-3 x 8
= -28350,4x 10-3 J
2. Apa
pengaruhnya terhadap ∆H
pelarutan, bila aquades diganti dengan pelarut lain seperti HCl?
Jawab
:
Apabila aquades diganti dengan pelarut larutan yang lain, maka akan terjadi
perubahan terhadap nilai H nya, misal apabila diganti dengan HCl, maka pada
thermometer tidak akan terjadi penurunan suhu, karena massa jenis HCl lebih
besar dan merupakan larutan yang pekat dari pada aquades sehingga dia memiliki
nilai H semakin tinggi. Sebaliknya apabila diganti dengan NaOH, maka akan
diperlukan waktu yang relatif lebih lama untuk mencapai perubahan/penurunan
suhu, sehingga akan menyebabkan nilai H akan semakin kecil.
3.
Simpulkan
harga ∆H
pelarutan NaOH, bila jumlah NaOH ditambah atau dikurangi dari 5 gram?
Jawab
:
A.
misal ditambah 1 gram
ΔHNaOH
= QNaOH x MrNaOH
GramNaOH
= - 3543,8 x 10-3
x MrNaOH
GramNaOH
= - 28350,4x 10-3 J
B.
Misal dikurangi 1 gram
ΔHNaOH
= QNaOH x MrNaOH
GramNaOH
= - 3543,8
x 10-3 J
Jadi,
apabila jumlah pelarut NaOH ditambah, maka ∆H pelarutan NaOH akan semakin kecil, dan berlaku sebaliknya. Apabila jumlah
pelarut NaOH diurangi maka ∆H
pelarutan NaOH akan menjadi semakin besar. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ∆H pelarutan berbanding terbalik dengan massa pelarutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, PW. 1994. Kimia Fisik II. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Keenan, A.Pujaatmaja, Hadyana. 1992.Kimia Untuk Universitas Jilid I. Jakarta
:
Erlangga.
Rusman. 2009. Kimia Fisika. Banda Aceh : Syiah Kuala University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar